Selasa, 07 Mei 2019

KEGAGALAN KONSTRUKSI


NAMA       :LA FERI
NPM           : 17-630-039
ANALISIS KEGAGALAN KONSTRUKSI DARI PERSPEKTIF
SOCIO
ABSTRAK
Salah satu penyebab utama kerentanan fisik dan lingkungan adalah kegiatan manusia dalam membangun lingkungan-binaannya,  dan  hal ini sangat erat terkait dengan sektor konstruksi. Cara membangun   yang  salah,  baik  dari  segi  perencanaan   dan     perancangan     maupun  dari  segi pelaksanaan  dan pengawasannya  dapat menghasilkan  infrastruktur yang rentan terhadap bencana, selain juga risiko degradasi lingkungan. Hasil studi data statistik kegagalan, memperlihatkan bahwa Practitioners  mempunyai  saham dan potensi yang lebih besar dari Theoreticians  dalam menekan resiko  kegagalan.  Persentasi  resiko  terbesar  datang  dari  Human  Activities  dan Human  Attitude. Socio-Engineering  berfokus  pada atribut yang melekat  pada seseorang  seperti  , sikap (attitude), keahlian (skill) , nilai/norma yang diyakini (values), relasi sesama manusia, pengakuan dan penghargaan (reward system), wewenang struktural (authority structure). Hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu teori yang berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol suatu gejala. Penelitian  ini menganalisis  Kegagalan  Konstruksi  dari Perspektif    Socio   Engineering  System. Pengaruh Socio Engineering System terhadap kegagalan  kontruksi dan bangunan sangat beresiko ( 66,7 %) dalam artinya perilaku   manusia memiliki peranan yang cukup berarti dalam kegagalan konstruksi.   Kegagalan    konstruksi   dilihat   dari   perspektif   socio   engineering   system   yang berpengaruh  yaitu  pada  tahap  perencanaan,  dokumen  perencanaan  dan  proses  pengadaan.  Pada tahap ini faktor   yang dapat  mengakibatkan  kegagalan  kontruksi,  seperti  persaingan  yang tidak sehat ,korupsi,  kolusi,  nepotisme,  (KKN) dan penyuapan  agar memenangkan  tender Pengadaan Barang  dan Jasa (90,00  % ), Terjadinya  persekongkolan  dengan  Owner  untuk  mengatur  harga penawaran diluar prosedur pengadaan(80,00 %), Keinginan Owner untuk meraih keuntungan yang tidak normal ( Fee Proyek ) dengan menekan imbalan jasa dari konsultan Perencana / Kontraktor diluar kontrak yang telah disepakati (76,7%).
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu penyebab utama kerentanan fisik dan lingkungan adalah kegiatan manusia dalam membangun lingkungan-binaannya,  dan  hal ini sangat erat terkait dengan sektor konstruksi. Cara membangun   yang  salah,  baik  dari  segi  perencanaan   dan     perancangan     maupun  dari  segi pelaksanaan  dan pengawasannya  dapat menghasilkan  infrastruktur yang rentan terhadap bencana, selain juga risiko degradasi lingkungan. Untuk mendapatkan faktor penyebab kegagalan konstruksi tidaklah mudah. Seringkali sumber dari kegagalan itu sendiri merupakan akumulasi dari berbagai faktor. Oyfer (2002) menyatakan bahwa “Construction  failures, including quality defects may stem from not only single but also multiple sources”. Sedangkan Pranoto (2007) menyebutkan bahwa sumber kegagalan konstruksi seringkali dipengaruhi  oleh faktor alam dan perilaku manusia.  Faktor alam dicontohkan  sebagai kegagalan yang terjadi akibat perubahan dinamik dari alam seperti letusan gunung berapi, banjir, gelombang laut dan gempa bumi. Perilaku manusia juga berperan signifikan  terhadap kegagalan  konstruksi. Vickynason (2003) menyatakan bahwa 80% dari total projects risk in construction dimungkinkan penyebabnya faktor manusia. Riset yang dilakukan Oyfer (2002) menyatakan “construction defectsdi Amerika disebabkan oleh faktor manusia (54%), desain (17%), perawatan (15%), material (12%), dan hal tak terduga (2%).
Pada umumnya kasus pada pekerjaan konstruksi didominasi oleh penyimpangan berupa pengaturan lelang, kekurangan  volume  pekerjaan,   ketidak-sesuaian  spesifikasi  berupa pengurangan  kualitas pekerjaan,   pemahalan harga atau mark up dan keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Hal ini merupakan  penyimpangan  pada pekerjaan  konstruksi.  Yang nantinya  hal ini akan menimbulkan gejala lain, yang tampaknya meningkat menjadi lebih dominan pada masa resesi ekonomi dewasa ini. Gejala  dimulai  dari keinginan  dari pihak yang terkait  memperoleh  short-term  profit dengan menempuh  jalur  yang  tidak  normal  dan menggantinya  dengan  kompetisi  yang  didasarkan  pada besarnya angka rupiah semata.
Dengan   memahami   hal   tersebut,   dapat   dikembangkan   kebijakan-kebijakan   pro-aktif   untuk membangun konstruksi Indonesia agar mampu berperan positif dalam mengurangi risiko kegagalan konstruksi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.                     Kegagalan Konstruksi
Kegagalan konstruksi merupakan kegagalan yang bersifat teknis dan non teknis. Kegagalan ini dapat disebabkan karena kegagalan pada proses pengadaan barang atau jasa, atau kegagalan saat proses pelaksanaan konstruksi. Kegagalan perkerjaan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa. (PP. 29/2000 pasal 31 tentang Penyelenggaran Jasa Konstruksi).
Untuk   mendapatkan   faktor   penyebab   kegagalan   konstruksi   tidaklah mudah. Seringkali sumber dari kegagalan itu sendiri merupakan akumulasi dari berbagai faktor. Oyfer (2002)   menyatakan construction defects di Amerika disebabkan  oleh faktor manusia (54%), desain  (17%), perawatan (15%), material (12%), dan hal tak terduga (2%). Vickynason (2003) menyatakan bahwa 80% dari total projects risk in construction dimungkinkan penyebabnya faktor manusia. Sementara itu, Carper (1989) menyatakan bahwa penyebab potensial untuk kegagalan konstruksi secara umum disebabkan oleh : site selection and site developments  errors,  programing  deficiencies,  construction  errors,  material deficiencies and operational errors
2.2.                     Masalah dan Penyelesaian Kegagalan Proyek Konstruksi
Herry Ludiro Wahyono (2011), faktor yang mempengaruhi kegagalan proyek yaitu konstruksi biaya yang dialokasikan, kualitas pelaksanaan pekerjaan, serta waktu pelaksanaan. Kegagalan konstruksi pada bangunan gedung terjadi pada kegagalan : elemen struktur dengan rata-rata penyimpangan sebesar 4,36% dari nilai kontrak, elemen atap 2,53%, pondasi 0,15%, utilitas 0,12% dan finishing
0,07%. Kesuksesan proyek konstruksi tergantung dari peran pengawas. Dalam model : Pengawas internal (Kontraktor) dan pengawas eksternal (Konsultan Pengawas) berpengaruh signifikan terhadap kualitas proyek, sehingga untuk memperkuat fungsi pengawas perlu pemenuhan terhadap kode etik profesi pengawas  yang  tertuang  dalam  Surat  Keputusan  Sertifikat  Keahlian.  Faktor internal Supervisi (Kontraktor)  mempengaruhi kualitas dan eksternal supervisi (Konsultan Pengawas), sedangkan faktor kualitas sangat tergantung eksternal Supervisi.
Menurut Ervianto (2002), manajemen pengelolahan setiap proyek rekayasa sipil meliputi fungsi dasar manajemen, yaitu :
a)        Perencanaan (Planning)
Setiap proyek konstruksi pasti selalu dimulai dengan proses perencanaan agar proses ini berjalan dengan baik maka ditentukan terlebih dahulu   sasaran   utamanya.   Perencanaan   dapat   didefinisikan   sebagai peramalan masa yang akan datang dan perumusan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan berdasarkan peramalan   tersebut.   Bentuk   perencanaan   dapat   berupa   perencanaan prosedur, perencanaan metoda kerja, perencanaan standar pengukuran hasil, perencanaan  anggaran  biaya,  perencanaan  program  (rencana  kegiatan beserta jadwal).
b)       Pengawasan (supervising)
Pengawasan dapat didefinisikan sebagai interaksi langsung antara individu-individu dalam organisasi untuk mencapai kinerja dalam tujuan organisasi. Proses ini berlangsung secara berkelanjutan dari waktu ke waktu guna mendapatkan keyakinan bahwa pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai prosedur yang ditetapkan untuk hasil yang diinginkan.
c)        Pelaksanaan (construction)
Dalam kenyataannya, kegiatan ini dilakukan oleh pihak pelaksana konstruksi dan pihak pemiliki proyek. Pengawasan dilakukan oleh pelaksanaan konstruksi bertujuan mendapatkan hasil yang telah ditetapkan oleh pemiliki proyek, sedangkan pengawasan oleh pemiliki bertujuan memperoleh keyakinan bahwa apa yang akan diterimanya sesuai dengan apa yang dikehendaki. Parameter hasil pelaksanaan kegiatan dituangkan dalam spesifikasi.
Sanksi atau hukuman mengenai kegagalan konstruksi dapat ditinjau dari Undang Undang RI No. 18 Tahun 1999 dalam pasal 43 sebagai berikut:
1.        Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun  penjara  atau  dikenakan  denda  paling  banyak  10%  (sepuluh  perseratus) dari nilai kontrak.
2.     Barang  siapa  yang  melakukan  pelaksanaan  pekerjaan  konstruksi  yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.
3.     Barang   siapa   yang   melakukan   pengawasan   pelaksanaan   pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun  penjara  atau  dikenakan  denda  paling  banyak  10%  (sepuluh  per seratus) dari nilai kontrak.
2.1.Pengembangan Kuisioner
Kuisioner di ambil dari ilmu tentang kegagalan struktur bangunan yang merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja dan keselamatan umum, sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan atau pengguna jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. Kegagalan bangunan karena strukturnya gagal berfungsi dapat menimbulkan kerugian harta benda, bahkan korban jiwa. Oleh karen itu perlu diantisipasi secara cermat Penanggung jawab kegagalan bangunan dapat dikenakan kepada institusi maupun  orang  perseorangan,  yang  melibatkan  keempat  unsur  utama  dalam
pembangunan yaitu :
1)       menurut Undang-undang No. 18 tahun 1999, pasal 26, ketiga unsur utama proyek yaitu: perencana, pengawas dan kontraktor (pembangun).
2)       menurut   pasal   27,   jika   disebabkan   karena   kesalahan   pengguna jasa/bangunan dalam pengelolaan dan menyebabkan kerugian pihak lain, maka pengguna jasa/bangunan wajib bertanggung-jawab dan dikenai ganti rugi.
Penyebab   keruntuhan   yang   munkin   terjadi   berdasarkan   data   yang dikumpulkan pengamatan dilapangan, maka akibat beberapa hal sebagai berikut:
a.      Pemilihan lokasi yang beresiko
b.     Ketentuan proyek yang tidak jelas
c.      Kesalahan perencanaan
d.     Kesalahan pelaksanaan
e.      Material yang tidak bermutu
Dalam kegagalan proyek konstruksi tidak lepas dari ketiga unsur utama di atas. Berikut faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan proyek konstruksi dalam bidang perencanaan hingga pelaksanaan.
1.           Penyebab  kegagalan  perencana  umumnya  disebabkan  oleh  beberapa  faktor yaitu:
a.         Tidak mengikuti TOR
b.        Terjadi penyimpangan dari prosedur baku, manual atau peraturan yang berlaku,
c.         Terjadi kesalahan dalam penulisan spesifikasi teknik,
d.        Kesalahan atau kurang profesionalnya perencana dalam menafsirkan data  perencanaan  dan  dalam  menghitung  kekuatan  rencana  suatu komponen konstruksi,
e.         Perencanaan  dilakukan  tanpa dukungan data penunjang perencanaan yang cukup dan akurat.
f.          Terjadi   kesalahan   dalam   pengambilan   asumsi   besaran   rencana (misalnya beban rencana) dalam perencanaan,
g.        Terjadi kesalahan perhitungan arithmatik,
h.        Kesalahan gambar rencana
2.           Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh :
a.      Tidak melakukan prosedur pengawasan dengan benar,
b.     Tidak mengikuti TOR,
c.      Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi,
d.     Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak didukung oleh metode konstruksi yang benar,
e.      Menyetujui  gambar  rencana  kerja  yang  tidak  didukung  perhitungan teknis.
3.           Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh :
a.      Tidak mengikuti spesifikasi sesuai kontrak,
b.     Salah mengartikan spesifikasi,
c.      Tidak melaksanakan pengujian mutu dengan benar,
d.     Tidak menggunakan material yang benar,
e.      Salah membuat metode kerja,
f.       Salah membuat gambar kerja,
g.     Merekomendasikan penggunaan peralatan yang salah.
BAB III
METODOLOGI
Dengan  penelitian  ini maka akan dapat dibangun  suatu teori yang berfungsi  untuk menjelaskan, meramalkan,  dan mengontrol suatu gejala. Penelitian ini menganalisis  Kegagalan Konstruksi dari Perspektif     Socio   Engineering   System.  Untuk  memberikan   kepastian,   data  yang  dimiliki berdistribusi normal atau tidak, maka digunakan uji statistik normalitas.Untuk itu perlu suatu pembuktian. uji statistik normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah  Chi-Square. Salah satu  metode  dalam  penelitian  adalah  metode  deskriptif  kuantitatif,  dimana  suatu  metode  dalam meneliti status sekelompok  manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sytem pemikiran,  ataupun kelas  peristiwa  pada  masa  sekarang  tujuan  utama  dalam  melakukan  penelitian  deskriptif  ialah untuk menggambarkan situasi atau objek dalam fakta yang sebenarnya, secara sistematis dan karakteristik  dari subjek dan objek tersebut diteliti secara akurat, tepat dan sesuai kejadian yang sebenarnya.










Text Box: Mulai





 

                                                                              
Gambar 3.1  Diagram Alir Metoda Penelitian


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.             Analisis Tingkat Kerentanan
Dari  data  yang  diteliti  perlu  dicermati  mengenai  fase  tahapan    tahapan  pada  proyek  yaitu Idea/Concept , Tahap Perencanaan Konstruksi ,Dokumen Perencanaan, Proses Pengadaan , Pelaksanaan  Konstruksi,   Evaluasi  Produk/ Pemanfaatan  Produk,   Operasi  dan Pemeliharaan  . Dari  tahapan-tahapan   tersebut   dinilai  banyak   terkandung   faktor-foktor   penyebab   kerentanan bangunan dilihat dari perspektif sosio engineering system.
Tabel 4.1.  Penilaian Kegagalan Konstruksi dan bangunan dari perspektif  socio engineering system
Penilaian                                              Frekuensi                                    Persentase
Resiko
20
66,7
Tidak Beresiko
10
33,3
Total
30
100,0
Data  di  atas  menunjukkan  bahwa  dari  30  responden,  20  (  66,7  %  )  responden  menyatakan kegagalan  konstruksi  dari  perspektif    socio    engineering  system  termasuk  kategori  beresiko terhadap   kegagalan   konstruksi.   Ini   dapat   diartikan   prilaku   /   socio      engineering   system menyumbang  kontribusi yang negative terhadap dunia konstruksi dan perilaku manusia / pihak pihak yang berperan  memiliki peranan yang cukup berarti dalam kegagalan bangunan.
4.2.             Model Kuantitatif Kegagalan Konstruksi
Analisis  Korelasi  Variabel  Kuantitatif  Model  Kegagalan  Konstruksi  digunakan  untuk  menguji seberapa  kuat  hubungan  tujuh  variabel  kuantitatif.     Hasil  Uji  korelasi  selengkapnya   seperti disajikan pada Tabel  berikut.
Tabel 4.1. Hubungan Sub Fase Idea/Concept Di Lihat Dari Perspektif  Socio Engineering System Terhadap Kegagalan Kontruksi Dan Bangunan
Idea/Concept
Kegagalan Kontruksi Dan Bangunan
Jumlah
OR  95 % CI
P-Value
Beresiko
Tidak Beresiko
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Kurang Baik
13
65
6
60
19
63,3
1,238
0.789
Baik
7
35
4
40
11
36,7
Total
20
100
10
100
30
100
Tabel 4.2. Hubungan Sub Fase Tahap Perencanaan Konstruksi  dari Perspektif Socio Engineering System
Terhadap Kegagalan Kontruksi Dan Bangunan
Tahap Perencanaan
Konstruksi
Kegagalan Kontruksi Dan
Bangunan
Jumlah
OR  95 % CI
P- Value
Berisiko
Tdk Berisiko
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Kurang Baik
14
70
3
30
17
56,7
5.444
0,037
Baik
6
30
7
70
13
43,3
Total
20
100
10
100
30
100
Tabel 4.3. Hubungan Sub fase dokumen perencanaan dari Perspektif socio engineering system terhadap kegagalan kontruksi dan bangunan
Dokumen
Perecanaan
Kegagalan Kontruksi Dan
Bangunan
Jumlah
OR  95 % CI
P-Value
Berisiko
Tdk Berisiko
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Kurang Baik
14
70
3
30
17
56,7
5,444
0,037
Baik
6
30
7
70
13
43,3
Total
20
100
10
100
30
100
Tabel  4.4.  Hubungan  Sub  fase  Proses  Pengadaan dari  kerentanan  socio  engineering  system  terhadap kegagalan kontruksi dan bangunan
Proses Pengadaan
Kegagalan Kontruksi Dan
Bangunan
Jumlah
OR  95 % CI
P-Value
Berisiko
Tdk Berisiko







Jml
%
Jml
%
Jml
%
Kurang Baik
14
70
2
20
16
53,3
9,333
0,010
Baik
6
30
8
80
14
46,7
Total
20
100
10
100
30
100
Tabel 4.5. Hubungan Sub fase Pelaksanaan Kontruksi dari Perspektif socio engineering system terhadap kegagalan kontruksi dan bangunan


Pelaksanaan
Kontruksi
Kegagalan Kontruksi Dan
Bangunan
Jumlah
OR  95 % CI
P-Value
Berisiko
Tdk Berisiko
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Kurang Baik
13
65
3
30
16
53,3
4,333
0,070
Baik
7
35
7
70
14
46,7
Total
20
100
10
100
30
100
Tabel 4.6. Hubungan Sub fase Evaluasi Produk / Pemanfaatan Produk  dari Perspektif socio engineering
system terhadap kegagalan kontruksi dan bangunan
Evaluasi Produk / Pemanfaatan
Produk
Kegagalan Kontruksi Dan
Bangunan
Jumlah
OR  95 % CI
P-Value
Berisiko
Tdk Berisiko
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Kurang Baik
14
70
7
70
21
70
1,000
1,000
Baik
6
30
3
30
9
30
Total
20
100
10
100
30
100
Tabel 4.7. Hubungan Sub fase Operasi dan Pemeliharaan  dari Perspektif socio engineering system terhadap kegagalan kontruksi dan bangunan
Operasi dan
Pemeliharaan
Kegagalan Kontruksi Dan
Bangunan
Jumlah
OR  95 % CI
P-Value
Berisiko
Tdk Berisiko
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Kurang Baik
13
65
3
30
16
53,3
4,333
0,070
Baik
7
35
7
70
14
46,7
Total
20
100
10
100
30
100
Dari tabel hasil uji korelasi diatas terdapat tiga variabel yaitu :
Hasil uji statistik pada Sub fase Perencanaan Konstruksi  diperoleh nilai p = 0,037 (p-value < 0,05). Karena nilai P-value 0,037 > 0,05, maka dapat disimpulkan  ada hubungan yang bermakna antara tahap perencanaan  dengan kegagalan  kontruksi dan bangunan dan nilai OR = 5,444 artinya pada Tahap Perencanaan  Konstruksi  dengan beberapa sumber penyebab kerentanan  dari sikap/ prilaku yang kurang baik sebesar 5,4 kali beresiko terhadap kegagalan kontruksi dan bangunan jika dibandingkan dengan  sikap/ prilaku dari tahap perencanaan konstruksi yang baik.
Pada Sub fase Perencanaan Konstruksi faktanya tidak bisa dipungkiri fee atau komisi juga jual beli proyek  setiap  pekerjaan  yang  ada  di  pemerintah  harus  menggunakan   fee  atau  komisi.  Baik anggaran  APBN maupun  anggaran  APBD semua sama. Besarnya  fee atau komisi dalam setiap Proyek  berbervariasi  tergantung  dari  besarnya  anggaran.  Mulai  dari  5%  sampai  dengan  20% bahkan ada yang lebih dari 40%. Kalau tidak mengikuti ataran ini tentu tidak akan mendapatkan pekerjaan.  Didasari  atau  tidak,  pengguna  jasa  telah  mengambil  resiko.  Pengguna  jasa  turut memegang saham dalam kumulasi resiko.
Hasil uji statistik pada Sub fase dokumen perencanaan diperoleh nilai p = 0,037 (p-value < 0,05). Dengan  demikian  dapat disimpulkan  ada hubungan  yang bermakna  antara  dokumen  perecanaan dengan kegagalan kontruksi dan bangunan  dan nilai OR = 5,444 artinya dokumen perecanaan yang kurang baik sebesar 5,4 kali berisiko terhadap kegagalan  kontruksi dan bangunan   yang berisiko jika dibandingkan dengan dokumen perecanaan baik.
Pada Sub fase dokumen perencanaan faktanya dapat dilihat kerentanan  socio-engineering  system terhadap   kegagalan   bangunan     yang  timbul  dari  dokumen  perencanaan   seperti  “Konsultan Perencana men sub kontrakan pekerjaan Perencanaannya  kepada pekerja yang tidak profesional” sebesar   73,30%.   Keadaan   ini  diperburuk   oleh  kepincangan   pengaturan   hubungan   primary consultant  dan secondary  consultant,  ketidakseimbangan antara pembagian  resiko dan imbalan, antara hak dan tanggung jawab. Maka diperlukan  kebijaksanaan  segi profesionalisme  konsultan. Pada  prakteknya  main  consultant  mengadakan  kerja  sama  kepada  profesionalisme  semu  yang penuh gamling dengan tujuan dapat menekan imbalan jasa
Hasil  uji statistik  pada  Sub fase  Proses  Pengadaan  diperoleh  nilai  p = 0,010  (p-value  < 0,05). Dengan demikian  hal ini dapat diartikan  ada hubungan  yang bermakna  antara proses pengadaan dengan  kegagalan  kontruksi  dan  bangunan  dan  nilai  OR  = 9,333  artinya  pada  sub  fase  proses pengadaan  dengan  beberapa  sumber  penyebab  kerentanan  dari sikap/ prilaku   yang kurang baik sebesar  9,3 kali beresiko  terhadap  kegagalan  kontruksi  dan bangunan  jika dibandingkan  dengan sikap/ prilaku dari proses pengadaan yang baik.
Pada  Sub  fase  Proses  Pengadaan  hal  ini  dapat  diartikan  bahwa  dalam  sub  fase  pada  proses pengadaan  banyak  terdapat  indikasi    indikasi  yang  mengakibatkan  kegagalan  kontruksi  dan bangunan. Banyak contoh kasus yang terjadi pada proyek konstruksi  yang dapat memperkuat hasil dari  analisa  ini,  salah  satunya  adalah  persaingan  yang  tidak  sehat  ,korupsi,  kolusi,  nepotisme, (KKN)  kecurangan   dan  penyuapan   agar  memenangkan   tender  Pengadaan   Barang  dan  Jasa. Diantaranya dengan menggunakan cara – cara seperti mengondisikan peserta lelang  digugurkanpada tahap evaluasi administrasi, membuat lelang dengan sistem arisan ( bergilir ), mengondisikan peserta  lelang yang hanya diikuti oleh beberapa  penyedia  jasa saja serta indikasi  lainnya dalam persekongkolan dalam proses pengadaan. Tentunya hal ini merupakan penyimpangan yang dikategorikan  perbuatan  melakukan  praktik-praktik  monopoli  dan  persaingan  usaha  yang  tidak sehat  yang  nantinya  akan  menyebabkan   kualitas  pembangunan   buruk,  salah  satunya     dapat berdampak pada kerentanan bangunan sehingga memunculkan resiko korban. Selain itu juga berdampak  terhadap  ekonomi,  lingkungan,  kesehatan  dan  keselamatan  manusia,  dampak  pada inovasi,   erosi  budaya,   menurunnya   tingkat  kepercayaan   kepada  pemerintah,   kerugian   bagi perusahaan yang jujur, serta ancaman serius bagi pekembangan ekonomi.
BAB V
PENUTUP
5.1.             kesimpulan
Berdasarkan   hasil  penelitian   yang  telah  dilakukan,   maka  dapat  diambil  beberapa  kesimpulan sebagai berikut:
Ø Kerentanan   dari   socio   engineering   system   sangat   berpengaruh   terhadap   kegagalan kontruksi  dan  bangunan  sangat  beresiko  sebesar  (  66,7  %)  dalam  arti  kata  perilaku manusia  /  pihak   pihak  yang  berperan    memiliki  peranan  yang  cukup  berarti  dalam kegagalan konstruksi dan bangunan.
Ø Kegagalan  konstruksi     dilihat  dari  persfektif  socio  engineering  system  tahapan  yang berpengaruh yaitu pada tahap perencanaan , dokumen perencanaan dan proses pengadaan. Sumber penyebab kegagalan kontruksi dari perspektif  Socio Engineering System dinilai yang  sangat  beresiko  yakni  persaingan  yang  tidak  sehat  ,korupsi,  kolusi,  nepotisme, (KKN)  dan  penyuapan  agar  memenangkan  tender  Pengadaan  Barang  dan  Jasa  dinilai ( 90,00% ), Terjadinya persekongkolan  dengan Owner untuk mengatur harga penawaran diluar prosedur pengadaan  (80,00 %), Keinginan  Owner untuk meraih keuntungan  yang tidak normal  ( Fee Proyek  ) dengan  menekan  imbalan  jasa dari konsultan  Perencana  / Kontraktor diluar kontrak yang telah disepakati (76,7%)


DAFTAR KEPUSTAKAAN
Carper, Kenneth L. ed.1989. Forensic Engineering. Elsevier Science Publishers. New York.
Cartlide    dan  Mehrtens.    1982. Practical    Cost  Planning    A  Guide  for  surveyors    and architects.
Hutchinson & Co (Publisher) Ltd. London.
Chapman,C. 1997. Project Risk Analysis and Management PRAM the Generic
Cooper, D. dan Chapman, C. 1993. Risk Analysis For Large Project. First Edition. Cooper, D. Grey, S. Raymond,G. dan Walker,P. 2005. Project Risk Management
Djojosoedarso, Soeisno. 2003. Prinsip-prinsip Manajemen Resiko Asuransi. Edisi Pertama.
Ervianto, Wulfram. 2009. Manajemen Proyek Konstruksi. Andi. Yogyakarta.
Gray,C.F dan Larson,E.W. 2000. Project Management. First Edition. Irwin Mc Graw-Hill, Boston. Guidelines. John Wiley & Sons Ltd., England.
Guilford,J.P., B. Fruchter (1981), Fundamental Statistics In Psychology And  Education, Tokyo: McGraw-
HillKogakusha, Ltd.
Hartanto, Agnes Olivia (2006) Model pengaruh faktor laten terhadap perilaku pekerja pada cacat konstruksi.
Master thesis, Petra Christian University
John Wiley & Sons, Ltd. 2008, The Atrium, Southern Gate, Chichester, PO19 8SQ, England (Wiley”) Kerlinger, F. N dan Lee, H. B .2000. Foundation of Behavioral Research (Fourth Edition), USA ; Holt,
Reinnar & Winston. Inc
Kerzner Harold, 2001. Project Management: A System to Planning, Scheduling and Controlling, (7 th
Edition , John Wiley & Sons), hal. 3.
Oyfer. 2002. Multiple Sources Construction Failures and Defects
PMI ( Project Managemen Institute, Inc ). 2004 . A Guide To The Project Managemen Body Of Knowledge
( PMBOK), 3 rd edition, Newtown Square, Pennsylvania, USA.
Pranoto. 1997. Faktor kegagalan konstruksi. dalam Kurniawan, Y.T., 2012. Simulasi 1-D Banjir Akibat
Keruntuhan Bendungan Alam (Studi Kasus Bencana Banjir Bandang di Sungai Kaliputih Kabupaten
Jember tahun 2006). Thesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Process . International Journal of Project Magement, Vol.15. No. 5.
Ramli, Samsul. 2013. Bacaan Wajib Para Praktisi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta : Visimedia. Republik Indonesia. 1999. Undang undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Sekretariat
Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 1999. Undang undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sekretariat Negara. Jakarta
Republik  Indonesia. 1999.  Undang   undang  Tindak  Pidana  Korupsi  Nomor  31  Tahun  1999  tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 1999. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup, dan Pelaksanaannya. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2004. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara. Sekretariat
Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Presiden Nomor   54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa
Pemerintah. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
Republik Indonesia. 2011. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Republik Indonesia. 2013. Keppres No. 80/2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
Shahab, Hamid. 1996, Langkah Memperkecil Risiko Dalam   Pembangunan, Cetakan Pertama, Penerbit
Djambatan, Jakarta.
Soeharto. 1999.Manajemen Proyek 1. Erlangga. Jakarta. Soeharto. 2001. Manajemen Proyek 2.Erlangga.
Jakarta.
Sunarti, E.  2009.  Analisis  Kerentanan Sosial  Ekonomi Penduduk dan  Wilayah  untuk  Analisis Resiko Bencana.  Makalah  disampaikan  sebagai  bahan  Penyusunan  Rencana  Nasional  Penanggulangan Bencana Indonesia 2009-2013.
Susanto Hendra & Makmur Hediana. 2013. Auditing Proyek-proyek Konstruksi. Yogyakarta: Andi Offset. Suswinarno. 2013. Mengantisipasi Risiko dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta: Visimedia Suwandi. 2010. Kajian Manajemen Resiko pada Proyek dengan Sistem Kontrak Lump Sum dan Sistem
Kontrak Unit Proce (Studi Kasus : Proyek Jalan dan Jembatan, Gedung, Bangunan Air). Tesis Program
Pascasarjana Magister Teknik Sipil Universitas Diponegoro. Semarang.
Tumilar.    2006.  Latar    belakang    dan    Kriteria    dalam    Menentukan    Tolok    Ukur    Kegagalan
Bangunan.HAKI.Jakarta.
Vickynasyon, 2002, Total Project Risk in Construction. New York.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar